Rabu, 21 Juli 2021

Sebuah Perjalanan Hidup

2006

“Noni doain Mama, ya.” Kata Mamaku yang terbaring lemas di atas ranjang UGD rumah sakit. Aku hanya mengangguk, lalu membawa pispot berisi air kencing Mama ke luar, dan membuangnya ke toilet. Umurku 13 tahun waktu itu dan baru pertama kalinya dalam hidup aku membuang air kencing. Sekembalinya aku ke UGD, Mama sudah pindah ke ruang rawat inap. Tubuhnya sudah ditempeli berbagai macam alat, aku memperhatikan kabel-kabel yang ada di dadanya.

Keesokan harinya, aku menerima kabar bahwa Mama sudah tiada. “Noni doain Mama, ya...” Kalimat terakhir yang kudengar dari Mama itu seakan menggema dibenakku. “Ma, aku sudah berdoa. Tapi sepertinya Tuhan tidak dengar...”   

2009

Selama tiga tahun aku mengabaikan Tuhan, pergi ke gereja ketika ingat saja. Ada rasa enggan yang ketika dewasa aku baru sadari bahwa itu adalah wujud marahku pada Tuhan. Mengapa Tuhan tidak menjawab doaku? Tuhan sepertinya sama sekali tidak tertarik dengan hidupku.

Hingga pada saat libur kenaikan kelas, aku diajak oleh ibu Pendeta untuk mengikuti Youth Camp, acara retreat tahunan denominasi gerejaku. Dengan setengah hati aku mengikutinya, 4 hari 3 malam di kota Batu. Ini kali pertama aku mengikuti retreat.

Air mataku mengalir deras seperti hujan yang tak terbendung. Mulutku sudah tidak bisa lagi menyanyi. Kasih Allah seakan melingkupiku. Tersadar betapa berdosanya diri ini dan Allah mau mengampuniku. Aku memutuskan untuk menyerahkan hidupku kepada Tuhan. Setiap rangkaian acara Youth Camp kala itu dipakai Tuhan untuk membawaku kembali kepada-Nya.

2010

Umurku sudah 17 tahun dan selama setahun belakangan bisa dibilang, aku menjalani hidup yang berbeda dari sebelumnya. Aku merasa bersalah tiap kali melakukan dosa, seperti mencontek misalnya. Aku putus dengan pacarku yang berbeda agama. Aku tidak bisa melewatkan waktu teduh sehari pun. Kurasa, inilah yang dinamakan cinta mula-mula. Aku mengikuti Youth Camp kembali di tahun ini.

“Noni, tadi kamu maju ya waktu altar call?” Tanya seseorang di antara segerombolan gadis yang sedang duduk di sudut kamar. Ada sekitar 5 orang teman sekamarku saat itu.

“Iya, kenapa?” jawabku sambil menghampiri mereka. Aku tersenyum menatap mata mereka yang bengkak karena menangis.

“Itu tadikan panggilan untuk yang mau jadi hamba Tuhan.” Kata gadis itu lagi. Aku tertegun mendengarnya. Oh ya? Aku tidak menyadarinya. Entah mengapa tadi aku bisa tergerak maju ke depan untuk didoakan. Aku terduduk diujung ranjang. Hamba Tuhan? Bagaimana mungkin? Aku tidak mau! Tuhan, yang tadi itu aku pasti melakukan kesalahan.

2011

Selasa, 13 April 2021

Kau adalah




Kau adalah yang mampu menyelami luasnya kedalaman hayalku. Menjelajahi liar dan tajamnya belantara pikirku. 
Teman menatap langit yang penuh dengan bintang dan heran mengapa kita tidak pernah bisa bosan. 
Kau adalah kekuatan yang terbungkus dalam bingkai kelembutan.
Kau adalah yang sabar tetapi juga tegas ketika ego mulai menguasaiku. 
Di saat matahari mulai bersinar di ujung timur pantai, kau adalah senyum yang aku inginkan ada di sampingku untuk merangkum semuanya. 
Kau adalah lagu yang akan selalu aku nyanyikan di hari yang hujan. Besi untukku mengasah diri. 
Kau adalah seteguk teh hangat yang memeluk perutku ketika kedinginan. Kasih yang mengingatkanku akan betapa murah hatinya Tuhan. 

Senin, 01 Maret 2021

Perbincangan Bersama Mama

 "Ma, barusan aku menonton film. Katanya, puisi itu adalah lagu tanpa nada." Aku berhenti sejenak. Menatap Mama yang sedang membelakangiku dan menatap ke luar jendela. Aku mendesah panjang, "Aku iri dengan Lara Jean. Mengapa di film semua perempuan cupu dan kutu buku memiliki kisah cinta yang indah? Tapi tidak denganku." Mama kemudian menatapku dengan matanya yang teduh. Dia kemudian duduk di sampingku. Aku mendekatinya dan memeluk tangannya. 

"Ayah pernah bilang, katanya Mama itu cintanya Ayah. Aku belum bertemu Ma, dengan orang yang dengannya aku jatuh cinta. Apakah itu aneh?" Mama membelai rambutku lembut. 

"Ini memang belum waktunya, kan? Aku sungguh berharap begitu." Aku berubah posisi tidur dipangkuannya. 

"Ma, kalau Mama masih ada, kira-kira apakah Mama juga akan jadi orang yang menuntutku untuk segera menikah? Atau Mama akan memberiku wejangan? Wejangan seperti apa?" Hanya hening yang tersisa dan angan tentang sosok ringkih dari masa lalu itu lenyap.

Kamis, 07 Januari 2021

Curahan Hati di Awal Tahun



Hai!

Sudah lama sekali aku tidak menulis di blog. Rindu rasanya menulis isi hati dan pemikiranku di blog pribadi. Selamat tahun baru 2021 ya!

Aku tidak tahu siapa yang akan membaca artikel ini, tapi aku harap kalian bisa mendapatkan sesuatu dari membaca tulisan ini yah.

Oke, mari kita mulai.

Pada bulan Mei tahun ini, akan menjadi tahun ke 4 aku melayani di sebuah lembaga Kristen. Sebagian orang sudah tahu ceritanya, bagaimana aku bisa memutuskan untuk melayani penuh waktu. Aku sempat menuliskan di sini dan membuat podcast tentang ini.

Semua karena anugerah Tuhan kalau aku boleh melayani hingga saat ini. Aku sungguh menikmatinya. Namun, bukan berarti aku tidak pernah mengalami kesulitan atau tantangan selama melayani. Seringkali aku berjuang untuk melawan kedaginganku, ingin sekali untuk menuntut hak, merasa layak tapi juga insecure secara bersamaan. Bingung kan? Hehehe. Rasanya, sungguh nano-nano.

Selasa, 02 Juli 2019

Sebuah Obrolan Bersama Gadis Kecil


 Ada seorang gadis berusia 13 tahun, baru-baru ini dia sering mengajakku untuk berbicara. Rambutnya yang ikal pendek sebahu dan senyum polosnya selalu menyapa saat diri ini sedang gundah gulana. Malam ini ketika hujan jatuh memeluk bumi, dia berkata “Kau tau tidak. Kadang aku hanya rindu omelan ibuku ketika aku lupa menaruh handuk basah di kasur.” Aku tersenyum dan menatapnya. Dasar anak kecil, pikirku.
“Bukankah omelan itu menyebalkan?” tanyaku pada gadis itu. Dia kemudian terdiam dan menatap langit malam berharap menemukan setitik bintang. Kemudian dia menggelengkan kepalanya dan berkata “Terkadang ketika aku melihat seorang ibu bersama anaknya, aku berusaha mengingat ketika dulu ibuku masih ada.”
“Lalu kau berhasil mengingatnya?”
“Aku lupa, jika ingat mungkin aku tidak akan sesedih ini.” Katanya dengan sendu.
“Akan jauh lebih baik jika kau lupa, kau tidak akan bersedih lagi.” Kataku kemudian, yang hanya memperburuk suasana hatinya. Aku memperhatikan mata gadis itu yang tak lepas menatap langit.
“Aku takut.” Suaranya memecahkan keheningan malam. Hujan turun semakin deras diikuti suara guntur.

Senin, 20 Mei 2019

Fokus


"Noni saudaramu sudah menikah loh, kamu kapan? Kamu nggak kepengen menikah ta?" 
Tanya seorang teman kepadaku. Pertanyaan klise yang sudah beberapa kali aku terima.
"Ya kepengen, lah... Cuma ya belum." 
"Kapan?"


Kapan.
Sebuah kata yang akhir-akhir ini begitu akrab di telinga. Bagaimana mungkin aku bisa menjawab pertanyaan yang hanya Tuhan yang tahu jawabannya? Dalam sebuah perjalanan aku telah berdamai dengan kata kapan. Berusaha berteman dengan kata itu dan menikmati jawaban yang tak kunjung ditemukan.


Satu hal yang aku ketahui pasti, Allah yang memegang kendali atas waktu, rencana-Nya sempurna. Aku tidak perlu mengetahui kapan tepatnya atau bahkan siapa. Aku hanya perlu percaya.

"Sebab Aku ini mengetahui rancangan-rancangan apa yang ada pada-Ku mengenai kamu, demikianlah firman TUHAN, yaitu rancangan damai sejahtera dan bukan rancangan kecelakaan, untuk memberikan kepadamu hari depan yang penuh harapan."
Yeremia 29:11

Senin, 22 April 2019

Berpikir Untuk Ngasih Kode ke Doi? Ini 5 Hal Yang Bisa Jadi Pertimbangan Buatmu


Photo by Larm Rmah www.unsplash.com
Apa sih maksudnya ngasih kode? Kayak sandi morse pas pramuka itu ya? Memberi kode biasa dilakukan ketika kita ingin memberi tau sesuatu tapi tidak secara langsung kepada seseorang. Misalnya kita sedang menyukai seseorang dan berharap dia memperhatikan kita tanpa kita katakan secara langsung, kita mencoba memberikan sebuah kode dengan berbagai macam cara.

Cara yang paling sering dilakukan biasanya dengan menggunakan sosial media.
Banyak fitur sosial media yang bisa digunakan untuk memberi kode seseorang. Instagram stories, feeds, whatsapp stories, re-share konten yang berkaitan dengan isi hati kita saat itu di semua sosial media kita misalnya. Aku pernah membaca sebuah komentar, ‘kok dia nggak peka-peka sih!’ karena kode yang dia buat selalu gagal.

Kode bisa dilakukan oleh seorang remaja maupun orang yang sudah dewasa, orang yang single maupun yang sudah pacaran. Kode yang akan aku bahas di sini adalah kode yang dilakukan oleh kaum single buat gebetannya ya. Wkwkwk.

Pertanyaannya, ngasih kode itu perlu nggak sih sebenernya? Jujur, aku juga pernah ngasih kode loh. Hahaha. Perlu kita perhatikan, sesuatu bisa dikatakan kode itu tergantung motivasi kita ya. Bisa jadi kita hanya ingin berkeluh kesah tapi orang menganggapnya kode lho. Nah, jika kita dengan sadar memberi kode kepada seseorang, ada 5 hal yang bisa jadi pertimbangan kita sebelum kita memberi kode atau sinyal-sinyal sama doi nih:

Jangan harap dia akan notice atau sadar
Namanya juga kode, kita tidak bisa menuntut orang lain akan mengerti karena komunikasi yang kita lakukan tidak jelas. Tidak salah jika akhirnya dia tidak peka atau tidak memahami kita. Dia bukan cenayang alias dukun gaes, dia juga bukan Tuhan yang Maha Tahu. Dia hanyalah manusia. Karena sama-sama manusia maka kita perlu berbicara menggunakan cara yang bisa dipahami oleh kedua belah pihak supaya terjalin hubungan yang baik. Bersyukur nih, kalau doi bisa paham sama yang kita maksud. Tapi jangan marah kalau dia nggak paham ya, mending diomongin langsung. Kamu mau dia tau kalau kamu peduli? Ya tunjukkan, dengan sikap jangan kode. Tuhan Yesus nggak ngasih kode waktu mengasihi kita. Meskipun kelahiran dan pengorbanannya sudah dinubuatkan ribuan tahun sebelumnya, tapi kasih Allah kepada kita selalu dalam tindakan nyata. Dia turun dari surga jadi manusia. Marilah kita mengasihi bukan dengan perkataan atau dengan lidah, tetapi dengan perbuatan dan dalam kebenaran. (1 Yohanes 3:18)